💕Titip Rindu Buat Ayah💕
Seorang ayah berkata kepada anaknya :
"KS, setiap mimpi besar yang kita miliki akan dipecah menjadi rencana-rencana kecil. Dengan begitu, kita bisa fokus melakukan dari hal-hal kecil yang ditargetkan, dan tidak terpaku agar mimpi tersebut tidak terlihat susah digapai. Rencana kecil yang dilakukan setiap harinya, membuat mimpi besar yang ada, akan terasa lebih mudah digapai. Selain itu, kita juga bisa produktif setiap harinya karena semua sudah terencana dengan baik."
"Jika kita tidak mau belajar, maka tidak akan pandai dan sudah dipastikan bodoh. Jika kita tidak mau mencoba, maka selamanya tidak akan bisa apa-apa. Jika kita tidak berjuang atas apa yang di inginkan, maka selamanya tidak akan mendapatkan apa yang diharapkan."
"Jangan takut tidak berhasil sekalipun gagal. Jika kita masih belum mampu meraih semua harapan, lakukan lagi dan lagi dan jadikan kegagalan sebagai motivasi untuk menang serta lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kita miliki. Karena masa depan yang baik, milik orang-orang yang mempersiapkan segalanya hari ini."
Begitulah dulu, Ayah pernah berkata padaku.
Sebenernya cerita bersambung ini sudah lama ditulis, namun karena kesibukan sebagai ibu rumah tangga yang bekerja juga, bertani pula dan seabrek kegiatan lainnya, penyelesaiannya agak tersendat. Cukup sulit memang menyisihkan waktu untuk melanjutkan cerita bersambung ini, namun karena sebuah impian dan tekad yang kuat akhirnya beberapa episode selesai juga. Ah...., lega sekali rasanya.
Oh ya, soal judul episode ini ada ceritanya lho...Dulu saat aku masih 5 tahun, aku pernah bertanya pada Ayah, "Ayah, dimanakah Tuhan itu tinggal?". Dengan bijak Ayah menjawab, "....di dekat kita. Dia selalu bersama kita jika kita tak pernah melupakan-Nya. Nah, jika kau punya impian yang tinggi, berdoalah hanya pada-Nya dan berusahalah maka Ia akan mendengar semuanya dan mengabulkan semua impianmu." Sejak saat itu, jika KS menginginkan sesuatu atau bila sedang ada masalah, KS akan berlari ke tengah halaman depan rumah, menengadahkan wajah dan berteriak ke langit "Tuhan..... Tolong aku...Tuhan....aku ingin ini. Aku ingin itu...".
Ayah tersenyum melihat aku, sambil geleng-geleng kepala haha. Nampaknya Ayah memaklumi KS yang masih anak kecil.
KS juga begitu senang melihat langit. Dan tak tahu mengapa, setiap kali hal itu dilakukan, ada perasaan lega pada dirinya, seperti ada kekuatan yang mendorong untuk tidak pernah menyerah dalam menghadapi masalah dan meraih impian hidup.
Sore ini, hujan. Pada langit yang ku tatap. Aku Titip lagi Rindu Buat Ayah. "Ayah diatas sana..., terimakasih atas semua doa dan kasih sayangmu..., nasehatmu..., supportmu, dan motivasi yang tak pernah berhenti mengalir sampai detik ini. Tak sanggup rasanya membalas semua jasamu walau aku harus menukarnya dengan yang aku punya saat ini. Tapi percayalah, semoga aku selalu bisa menjadi kebanggaanmu, mataharimu..., dan amal jariyah untukmu. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, Ayah."
Bersama Ayah, aku terbiasa menghadapi setiap tantangan sendiri, bangkit dan terjatuh tanpa ada yang tahu. Beliau juga bukan tipe orang yang memanjakan anak, aku seperti dilepas dalam kehidupan, dibiarkan bertarung sendirian, namun pada akhirnya justru karena itulah aku tidak terbiasa mengeluh atau mengadu saat kesusahan datang. Beliau hanya memberi ketegaran dan kekuatan. Itulah yang menjadikan kepribadian aku seimbang.
Kenapa episode pertama Titip Rindu Buat Ayah? Karena tadi, abis beres-beres buku. Nemu lagi satu surat penting buat Ayah. Tahun 1999, Toyota Kijang abangku Asep plat H yang membawaku tiba di Jogjakarta. Tempat baru, semua serba baru, aku masih menyesuaikan diri. Tentu banyak yang bisa kuceritakan lewat surat pertamaku, karena aku tidak mau membuat Ayah Ibuku cemas. Karena waktu itu belum ada hape, maka aku hanya bisa bersurat. Hehe.
Ini surat pertamaku pada Ayah Ibu.
"Jogjakarta, ...1999
Assalamualaikum Ayah, apakabar, Ibu? Semoga Ayah dan murid-murid di Sekolah Dasar senantiasa bersemangat, dan juga Ibu dan pelanggan kita di los pasar lama semoga selalu terjalin hubungan yang erat.
Aku sudah di Jogjakarta hampir dua bulan, maaf jika terlambat sekali mengirim surat. Terus terang, aku tidak gugup dan tidak bingung lagi mau kemana. Aku telah memasang wajah seyakin-yakinnya, Ayah! "Kata Ayah, jika kita terlihat seperti pendatang baru, nanti gampang ditipu oleh calo, tukang becak atau tukang palak."
Engkau keliru, Ayah. Ternyata tidak semua orang kota itu jahat. Orang sini ramah-tamah. Pun, kota ini masih ramai meski sudah jam sepuluh malam. Bilang sama Ibu, tidak perlu khawatir! Aku sudah menemukan kamar yang bisa di sewa di Jalan Kaliurang Km 5, lumayan dekat dengan Nasi Padang. Kamar sewaanku kecil, menyatu dengan rumah induk semang kos, mbak rence namanya. Dia imut, cuma disini aku sekosan ama orang-orang beda agama. Lengkap Ayah. Ada sebelah kamarku agamanya budha, dia orang Tionghoa. Sebelahnya lagi, Katholik, atas kamarku Protestan, satunya lagi Hindu. Ayah jangan kuatir, ya! Aman. Yang penting aku tidak tidur dilantai, karena kamarku sudah dilengkapi dengan kasur busa, dan lemari plastik. Aku membayar sewa 300ribu setiap bulan. Ibu pasti akan bilang mahal sekaaali. Disini yang murah cuma Burjo dan Nasi Kucing, Ayah. Bawa uang 5000 super kenyang. Kalaupun hendak makan di warung Nasi Padang, semuanya mahal, apalagi di Sederhana, lebih mahal lagi.
Oh iya Ayah, uang tabunganku paling hanya bertahan dua minggu lagi, aku tidak boleh berleha-leha, kan Ayah? Uang tabungan yang Ayah tinggalkan hanya bertahan satu bulan lebih. Karena begini; sebulan tinggal di Jogjakarta, aku belum mulai kuliah. Tapi aku sudah mendatangi banyak pusat perbelanjaan, banyak gedung universitas, mengunjungi apapun yang mungkin bisa membuatku terkesan. Belum apa-apa, minggu lalu pedagang kaki lima di sebuah Candi Prambanan sudah menatapku dengan mata memicing, aku baru bertanya mereka sudah merayu aku membeli dagangannya yang tak pernah ku coba. Sampai lecet juga kakiku berjalan mengelilingi Malioboro, berhari-hari, kemudian pindah icip-icip kuliner. Ini fotonya diambil oleh tukang foto jalanan, nunggu sejam langsung jadi. Maklumlah Ayah, KS kan orang kampung!. Itulah Ayah, kaki anakmu ini entah kenapa, bertaik lalat pulak. Kata Ayah, kaki bertaik lalat itu bakal pergi-pergi jauh. Hehehe. Terbukti benar!
Maafkan anakmu ya, Ayah! Puluhan tempat sudah ku datangi, tiada henti menelusuri jalan-jalan. Sampai-sampai aku di tilang polisi, Ayah di Taman Siswa bersama Cha-cha. Aku kira ke kiri itu jalan terus, aku bablas saja seperti di Sumatra, ternyata ke kiri disini lampu merah, Ayah. Nampaknya kedepan, aku harus semakin berhemat, seperti pesan Ibu. Hikss. Sekarang aku tidak makan siang lagi, cukup sarapan seadanya, dan baru malamnya makan nasi campur e mie. Aku sudah berjanji akan berhenti, berjalan kesana kemari. Aku sudah memahat janji itu padamu, Ayah! Karena kemarin saat duduk di halte, aku menonton nona-nona lain yang tinggi semampai, kulitnya putih terang, mengenakan blus, rok, dan sepatu pantopel bagus berlalu-lalang, aku hanya bisa menunduk. Aku merasa sudah tidak serasi lagi dengan sekitar yang terlihat serba bagus. Kedepan, aku berniat akan mengganti styleku agar enggak di panggil Mas.
Doakan agar anak gadismu ini mendapatkan kampus yang nyaman belajar ya, Ayah! Aku berjanji akan tahu diri, sadar diri, dan tidak akan ada yang tertarik menculik gadis usia 18 tahun dengan tubuh kurus, rambut pendek, hitam pulak, dada rata, hh. Tapi aku harus hati-hati, juuga kan, Ayah....? Ha, ini foto terbaruku Ayah, rambut masih pendek ala anak remaja zaman sekarang. Besok akan kupanjangkan rambutku seperti saran Ayah, pas kita lagi makan di Semarang.
Apapun yang aku lakukan di kota ini, cepat atau lambat hari menyedihkan itu akan tiba, tabunganku akan benar-benar habis, Ayah!
Hanya itu kabarku, Ayah! Lain kali akan kusambung ceritanya, semoga saat tabunganku di ATM tingal 20 ribu, saat itu pula sudah ada kabar baik. Bilang sama Ibu, aku di kota ini penuh cerita mengharu biru.
Assalamualaikum."
Hehehe, teringat aku. Setelah surat ini sampai, Ayahku akan buru-buru meneleponku ke wartel dekat rumah. Kalian tau apa kata Ayah? "KS, kau tu cuma mintak kirim uang, tapi kok berbelit-belit?".
Kujawab; namanya aja surat, kan ga lucu isi suratnya aku cuma, "Ayah .., uangku habis!".
Ayah ditelp, nyahut; "Yayayaya....., ini wartel cepat kali jalan rupiahnya. Hahaha. Besok yah Ayah kirim, jangan bandel!" Gitu...., telpon ditutup.
Demikian cerita episode ini. Sebuah tembang buat Ayah. Happy Reading Dear!
#KSStory #KSMotivasi #KSCaferesto
#Reel #Fbpro #Fyp #Vod
Komentar
Posting Komentar